Walau Obama cukup diunggulkan, namun masih sempat ada keraguan apakah Amerika sudah ‘siap’ memiliki Presiden berkulit hitam. Kalau selama ini hanya di film-film Hollywood kita bisa melihat Presiden Amerika berkulit hitam, pada akhirnya Barack Husein Obama mematahkan tradisi Presiden berkulit putih.
Semakin hari, latar belakang seseorang memang tidak lagi menjadi issue. Kemenangan Obama sebagai Presiden terpilih United States of America tentunya makin memberi inspirasi untuk kita seluruh penjuru dunia. Saat ini yang diperlukan adalah seorang pemimpin yang mampu memberikan ‘inspirasi’ dan benar-benar melakukan sesuatu yang nyata untuk kebaikan orang banyak.
Dunia mungkin berharap, Obama yang melewatkan masa kecilnya di Indonesia (Asia), berayah orang Kenya , punya adik tiri orang Indonesia dan bernama tengah Timur Tengah, benar-benar akan menjadi seorang Presiden bernuansa global. Dunia berharap, kepemimpinan Obama bukan saja baik untuk penduduk Amerika tapi juga berimbas ke penduduk lainnya di dunia. Saya cukup yakin keputusan-keputusan seseorang kalau didasari niat baik dan memikirkan orang banyak, hasilnya akan berlipat.
Selain memiliki karisma, Obama diharapkan akan banyak melakukan approach bottom up, apalagi dalam victory speech-nya sudah ditegaskan, “I will listen to you. Especially when we disagree” Seringkali kita tidak mau mendengar masukan atau pandangan orang lain. Sadar tidak sadar, pada saat orang sedang bicara atau mengutarakan pendapat mereka, kita sudah memikirkan pandangan kita sendiri.
Pidato Obama tadi, mengingatkan kita untuk selalu mencoba untuk ‘mendengar’ sebuah skill yang jarang kita pakai. Padahal bila kita pakai, kemungkinan besar decision akhir akan lebih win-win. Malah kalau bisa kita start dari lingkungan terkecil, di keluarga kita sendiri. Kalau dulu kita (mungkin) suka mengeluh orang tua tidak mau mendengar kita. Hey, sekarang saat kita sudah punya keluarga sendiri, apakah kita sudah mencoba untuk mendengar pasangan kita? mendengar anak kita? sebelum kita memaksa keinginan kita?
Dalam pidato kemenangan tersebut Obama juga tak lupa memuji dan mengajak lawannya John McCain untuk ikut membangun Amerika menjadi lebih baik. Malah disaat yang hampir bersamaan John McCain juga melakukan hal yang sama. Dengan jiwa besar, McCain mengakui kekalahannya. ”Rakyat Amerika dengan sangat jelas telah berbicara (memilih)” Di depan pendukungnya, ia mengatakan bahwa ini bukan kekalahan pendukungnya tapi kekalahan dirinya.
Yang saya paling suka adalah saat McCain mengakhiri pidatonya dengan statement, ”Malam ini sangat lain dengan malam-malam sebelumnya, tidak ada dalam hati saya kecuali kecintaan saya kepada negeri ini dan kepada seluruh warga negaranya, apakah mereka mendukung saya atau Senator Obama. Saya mendoakan orang yang sebelumnya adalah lawan saya semoga berhasil dan menjadi presiden saya.”
Wow, statement seperti ini yang perlu diulang-ulang di berbagai tv dan sekolah-sekolah untuk mengajarkan kita semua untuk berjiwa besar menerima kekalahan.
Saya jadi ingat Lomba debat di SMA Pangudi Luhur dulu, dimana saya jadi kenal dengan Imel, siswi Santa Ursula yang kelak menjadi rekan freelancer di majalah HAI. Lomba Debat boleh berlangsung panas, namun kita tetap bersahabat setelah itu.
Lagi-lagi bisa kita lakukan dari lingkungan sekitar kita dulu… mulai dari kita sendiri, belajar menerima kekalahan dengan jiwa besar.
Susah nggak ya?
Recent Comments