This blog is no longer updated pls post comment to http://yorissebastian.com

Thinking Out of the Box – Execute Inside the Box

Industri Kreatif – Jangan Menunggu Fasilitas September 30, 2008

Yup, sebenarnya itu komentar saya soal industri musik 2 tahun lalu saat interview dengan Orin, wartawan Kompas yang meliput IYCEY 2006 untuk kategori musik yang diselenggarakan oleh British Council. Seperti kita tau, musik Indonesia bisa menjadi tuan rumah di negri sendiri walau tidak ada fasilitas quota untuk lagu barat dijalankan. (Saat ini para musisi Malaysia sedang mengajukan peraturan untuk pembatasan lagu Indonesia yang diputar di radio-radio. Maklum lagu-lagu kita mendominasi radio dan juga berbagai award di Malaysia).

Sejak kemenangan saya di London itulah, saya mulai sering diundang berbagai pihak (termasuk pemerintah) untuk berbicara soal industri kreatif. Maklum, Inggris memang merupakan negara pertama yang mengangkat industri kreatif sebagai salah satu industri andalan setelah pabrik-pabrik yang dulunya menjadi primadona terpukul oleh pabrik-pabrik asal China yang mampu memberikan qualitas yang sama dengan harga yang relatif murah. Akhirnya Inggris terjebak perang komoditas dan kalah. Untung mereka segera sadar bahwa dulu mereka sebenarnya banyak mendapatkan penerimaan pajak dari musik misalnya… sebut saja Rolling Stones, The Beatles dan masih banyak lagi musisi Inggris yang berjaya di dunia termasuk di Amerika.

Dalam pertemuan awal dengan Departemen Perdagangan, saat itu mereka sedang merancang Indonesia Design Power (yang akhirnya menjadi bibit awal Indonesian Creative Economy lahir). Apalagi wartawan mulai rajin menulis soal industri kreatif. Bola salju terus menggelinding, mendadak semua pihak heboh dengan industri kreatif (yang isinya sebenarnya bukan hal baru di Indonesia) sampai akhirnya DepDag siap dengan konsep cetak biru Creative Economy Indonesia yang disebut dengan “Triple Helix” dimana diperlukan peran serta dari 3 pihak yaitu Pemerintah, Akademisi dan Pengusaha sebagai fondasi industri kreatif Indonesia.

Terus terang banyak yang antipati ataupun pesimis dengan ide ini. Saya sendiri walau tetap mencoba jalan terus dengan segala keadaan yang ada, tetap merasa optimis bahwa bila cetak biru ini diteruskan akan memberikan hasil yang baik di kemudian hari. Bila Pemerintah, akademisi dan pengusaha menjalankan peran mereka sesuai cetak biru, niscaya perekonomian kita bisa sangat terbantu oleh industri kreatif.

industri-kreatif

Beberapa hari lalu, Kompas sempat membuat fokus soal industri kreatif dan dalam satu artikelnya berjudul “Jangan sampai padam di tengah jalan” dan takut hanya menjadi jualan menjelang pemilu. Saya jadi ingat saat saya ikut menjadi salah satu pembicara di seminar sehari membahas industri kreatif di ITB, waktu itu Bandung sedang ramai dengan pemilihan Calon Gubernur. Yang menarik, semua calon Gubernur mencanangkan Industri Kreatif sebagai program kerja mereka.

Nah, mudah-mudahan para calon presiden nanti juga masing-masing mengusung program Industri Kreatif di program kerja mereka… 😉 We have to show them that this is a good industry to be include on their program.

Kembali ke para pemain industri kreatif, sebenarnya spirit entrepreneurship yang sudah ada selama ini jangan sampai melemah lantaran mulai ramainya dukungan dari pemerintah. Dalam salah satu sesi karantina finalist IYCEY 2008-9 lalu, saya juga sempat ingatkan bahwa industri kreatif will find their way… jangan menunggu fasilitas dari pemerintah. Kalau memang dapat…. gunakan dengan baik, kalau tidak dapat…. masih banyak jalan untuk sukses.

Industri fashion berkembang dengan pesat. Lihat saja KickFest di Bandung mampu menghasilkan sales lebih dari 16 Milliar dalam tempo 3 hari exhibition dari para Distro papan atas asal Jawa Barat.

Coba lihat gambar dibawah ini, salah bukti nyata industri film kita sudah menjadi tuan rumah di negri sendiri. Quota film barat yang dibuka oleh pemerintah tidak menutupi para sineas kita untuk bekerja keras dan memenangkan ‘pertarungan’ mendapatkan theatre… (Sineas kita tidak perlu minta quota film barat diberlakukan lagi untuk mendapat tempat di bioskop) Kalau keliling-keliling kota senang melihat hampir semua bioskop dengan 4 studio semuanya film lokal 🙂 Belum lagi Laskar Pelangi full house terus dengan 2 studio 🙂

Industri Kreatif Indonesia harus bisa mandiri… kalau dapat fasilitas, bisa maju lebih kencang, tidak dapat fasilitas… tetap bisa maju 😀

Advertisement
 

Meet Johnny Bunko – The last career guide you’ll ever need

Inovasi memang tidak pernah berhenti. Please welcome…. Johnny Bunko…. When Business Book collide with Comic. Sebenarnya buku sudah cukup lama… saya sempat lupa lantaran nggak masuk-masuk ke Indonesia.

Beruntung, saat Lentera Jiwa masuk Kick Andy dan ramai dibicarakan di milis-milis, blogs dan facebook tentunya… tiba-tiba saya ingat lagi dengan buku ini.

Langsung, saya buka my lovely white Macbook putih  dan pesan buku ini di amazon.com berhubung dimana-mana tidak ada yang jual.  Mungkin someday saya harus jadi Associate Buyer di sebuah toko buku di Jakarta biar pilihan bukunya seru-seru 😉 Johnny Bunko ini aja banyak banget yang nanya… sayang harus pesen ke amazon.

(Post ini baru saya lanjutkan setelah buku saya terima dan selesai baca)

Wah ternyata enak banget baca buku bisnis versi komik… selesainya cepat (1 malam langsung selesai) dan pesan intinya masuk dengan jelas.

Kebetulan buku ini cukup mirip dengan apa yang saya kerjakan selama ini:

Lesson no. 1. There is no plan

Yup, saya awalnya mengalir saja… I have no plan for my career… but I take a job yang saya suka… I join company who let me do interesting work in a cool place.  Sebut saja mulai dari Majalah Hai sampai akhirnya Hard Rock Cafe Jakarta.

Saya sempet bingung waktu ditanya apakah saya mau jadi fotografer? wartawan? atau restaurateur? Dalam kebingungan itu saya jalankan saja semua pekerjaan saya dengan sebaik mungkin… as long as i relly like the job… waktu tidak terasa… padahal awalnya gajinya sedikit lho…

We need to make a smart choice, bukan hanya dari besaran gaji semata.

Lesson no. 2. Think Strengths, Not Weaknesses

Ini yang mungkin sering dibilang orang, saya terbilang positive thinking… bahkan dalam sebuah program di O Channel, Vera mantan sekretaris saya di HRC dulu juga ingatnya begitu 🙂

“Successful  people don’t try too hard to improve what they’re BAD at.  They capitalize on what they are GOOD at”

Sebenarnya hanya based on reality bahwa setiap manusia itu punya strengths dan weaknesses, nah buat apa kita fokus ke kekurangan kita?

Memang agak susah ya, dulu waktu kecil para guru selalu fokus ke anak-anak yang kurang bagus nilainya.  Kalau matematikanya jelek, kita disuruh les.

Pas kerja, saya coba cara berpikirnya dengan menggunakan teori pelatih sepak bola (Untung juga seneng main Winning Eleven ;)) Setiap pemain punya kekuatan masing-masing… sama seperti karyawan, kita harus fokus ke strengths mereka.

Lesson no. 3. It’s not about You.

Kalau yang ini, sebenarnya saya belajar dari sebuah quotes film Star Wars “He Gives Without the Thought of Rewards”

Jadi saya enjoy pekerjaan saya… tidak berpikir untuk imbalan atau promosi… eh malah saya terus yang di promote 🙂

Malah saya dulu terbilang bandel di HRC… waktu sedang cross training di Bar, saya malah bolos pergi party ke Prambors Cafe bersama pacar saya… eh disana malah ketemu Mas Iwan, Training Manager HRC… Ooppps, gottcha… Untungnya walau saya tidak minta… Mas Iwan tidak aduin ke top level…

Jadi walau saya jadi GM lokal pertama di Hard Rock Cafe se-Asia, saya juga bandel kok 🙂 Yang penting saya selalu berpikir whats best for the company… not for me.  Jadi kalau saya sukses dengan program I Like Monday, saya enjoy sebagai karya saya.  Bukan langsung datang ke boss dan bertanya “Buat saya apa nih boss? Kan I Like Monday udah sukses dan bikin profit gila-gilaan”

Lesson no. 4. Persistence Trumps Talent

Walau saya selalu ‘mengalah’ dan menjalankan sebaik mungkin perintah atasan, namun untuk beberapa ide yang saya sangat ‘percaya’ saya akan terus propose dengan berbagai alasan.

I Like Monday juga cukup lama persiapannya.  Malah sempet serem karena eventnya setiap minggu, sementara waktu itu persiapan mau bikin event Valentine aja perlu beberapa bulan.

So if you want it… you got to BELIEVE… you got to persistence… give more reasons to your bosses to approve you ideas.

Lesson no. 5. Make Excellent Mistakes

Yup, kalau dipikir-pikir sebelum menggelar I Like Monday… tetap ada 50% chance program tersebut gagal lantaran hari Senin memang hari yang sepi dan orang-orang males keluar.

Atau kira-kira mau nggak ya, orang-orang pergi liburan ke tempat yang  masih rahasia.  50% chance program MTV Trax Destination Nowhere akan gagal karena orang-orang gak ada yang mau ikutan.

Tapi saya terus melaju, dengan penuh perhitungan dan kalau masih gagal juga… at least I’ve tried my best to make excellent mistakes 😉 Karena kalau tidak mau punya resiko gagal akhirnya kita akan bikin hal yang sama-sama terus alias mediocre.  Wajar dong kalau gagal, we are trying to do something nobody else has done.

Lesson no. 6. Leave an Imprint

“Sekali ku hidup, sekali ku mati. Aku dibesarkan di Bumi Pertiwi. Akan kutinggalkan warisan abadi. Semasa hidupku sebelum aku mati”

Demikian sepenggal quotes dari sang Maestro, Gesang yang mengajarkan saya Eternal Heritage alias Warisan Abadi. Lewat lagu Bengawan Solo, ia meninggalkan warisan abadi buat negri tercinta ini.

Walau berharap hidup panjang, kita tidak pernah tau kapan kita dipanggil sama Tuhan.  Makanya semasa hidup, saya ingin bikin hal-hal yang nantinya bisa dikenang sepanjang masa.

“Bagi Yoris, karya monumental adalah cermin dari eksistensinya. Ia merasa ada dan diakui lingkungannya hanya jika mampu menciptakan sebuah karya besar yang pantas dikenang, Maka perjalanan karir diisinya dengan kreativitas, inovasi dan terobosan” demikian ungkapan Yuswohady, salah satu juri Young Marketers Award di majalah SWA edisi YMA.

Sejak di SMA PL, saya tidak mau coret-coret tembok bilang PL Bagus… saya suka orang lain yang bilang bahwa PL bagus…

 

Bangkok Dangerous September 16, 2008

Filed under: indonesia,movie — yoris72sebastian @ 10:53 pm
Tags: , , , , , ,

Saya baru nonton film ini minggu lalu… penasaran aja film Thailand yang dulu edar tahun 1999 dengan judul yang sama ini dibeli remake rights nya oleh Saturn Film (Production Company milik Nicolas) dan diproduksi dengan budget US$ 45 Juta Dollar. Nonton film ini lebih untuk belajar dan sebenarnya sangat berharap someday ada film kita yang remake rights nya dibeli dan diproduksi oleh perusahaan sekelas Saturn Film.

Selain itu, penasaran apakah filmnya sesuai dengan judulnya dan tentunya kalau memang benar akan merugikan pariwisata Bangkok dong. Ternyata filmnya memang bener-bener menunjukkan betapa bahayanya Bangkok. Namun kalau dipikir-pikir, New York apa tidak kurang banyak film yang menunjukkan betapa bahayanya New York.

Namun selama itu mengangkat fakta, tentunya tetap menjadi sarana promosi kota tersebut. Selain itu juga memacu untuk gubernurnya makin berbenah. New York dulu dan New York sekarang jauh berbeda. Selain dari website, tentu kita banyak mendapat rekomendasi dari teman yang baru dari New York bahwa New York sekarang sudah ramah turis dan film-film pun makin jauh dari image New York yang berbahaya.

Mungkin sama dengan pemikiran pemerintah Thailand dan gubernur kota Bangkok memberi ijin shooting Bangkok Dangerous. Dengan film ini diputar di seluruh dunia, Bangkok akan makin dibicarakan dan bila dilihat ini merupakan remake film tahun 1999, tentunya sekarang Bangkok sudah banyak berubah.  Tetap saja dari film tersebut, Thailand sudah berhasil promosi club-club malam di Patpong, pasar terapung Damnoen Saduak, kuil Buddha Kao Luang yang eksotis dan tentunya tak ketinggalan Tom Yam Goong… saya baru tau makan Tom Yam pake daun yang bisa reduce pedes… boleh juga tuh

Brand placement haruslah real dan tidak melulu yang bagus-bagus. Kalau sempat nonton Sex and the City the movie, ingat scene dimana Carrie minta handphone dan dikasih iPhone namun akhirnya dia minta hanphone lain karena nggak bisa pake iPhone…. for your record, film tersebut disponsori oleh Apple

Bagaimana dengan Indonesia? Apakah boleh bikin film berjudul Jakarta Dangerous? Kayaknya belum bisa ya…. wong James bond aja ditolak. Konon “Tomorrow Never Dies” sebenarnya tertarik untuk shooting di Jakarta dan selain promo Jakarta juga membawa sales impact yang besar untuk shooting di Jakarta. Simak berita lengkapnya di situs ini.

Tapi biarin aja, past is past… saya tetap positive thinking bahwa salah satu kota di Indonesia bisa masuk film international, batik menjadi product placement di film international, pemain film kita main di film international… it can happens… we’ll see 🙂 Orang mimpi-mimpi saya di PL Fair sudah menjadi kenyataan semua sekarang 😉

 

Lentera Jiwa di Kick Andy September 3, 2008

Filed under: creative,inspiration,my project — yoris72sebastian @ 1:31 am
Tags: , , , ,

Rasanya senang sekali mendapatkan respon yang luar biasa dari episode Lentera Jiwa di Kick Andy. Malah banyak sekali yang minta sama Bung andy untuk memutar lagi Lentera Jiwa karena kemarin tidak sempat menonton, walau sebenarnya sudah di re-run di Metro TV hari Minggu pukul 14.30. Malah ada yang usul bikin episode Lentera Jiwa setiap bulan dengan bintang tamu berbeda… toh masih banyak ikon-ikon Lentera Jiwa di luar sana.

Saat ini di LenteraJiwa.com juga sudah banyak yang posting cerita mereka masing-masing. Sayang sekali ya, masih banyak yang belum bisa mengikuti Lentera Jiwa mereka.

Kalau disimak episode Lentera Jiwa, sungguh inspiring bagaimana Wahyu Aditya yang anak Guru Besar sebuah Kampus terkenal di Jawa, minta untuk sekolah animasi yang sebenarnya dianggap cukup kursus saja. Waditya berkeras dengan menunjukkan berbagai prestasi sehingga akhirnya diperbolehkan kuliah animasi. Dan saat ini orang tuanya sudah bangga (apalagi setelah sang anak menang di Inggris dan sekarang masuk Kick Andy 😉

Belum lagi cerita Ibu Eileen Rachman, bunda dari DJ Riri yang sempat cemas dengan anaknya yang selalu pulang pagi karena kerja sebagai DJ. Namun sekarang sudah bangga dengan berbagai prestasi DJ Riri termasuk keputusannya membuka sekolah DJ yang sudah menelurkan banyak DJ-DJ baru yang handal.

Begitu pula dengan Damien, yang walau menyelesaikan kuliahnya sebagai bakti terhadap orang tua, ia yakin dengan pilihan hidupnya sebagai seorang entertainer alias illusionis.

Chef Bara yang anak seorang diplomat, lulusan Hubungan International, namun bahagia 150% dengan pilihannya sebagai chef yang creative saat ini.

Ada yang punya contoh sukses dari orang yang bekerja atau sekolah sesuai dengan Passion mereka?

 

Blackberry Makes Me Invisible

Filed under: gadget — yoris72sebastian @ 12:59 am
Tags: , , , , , , ,

Dyna, my lovely secretary sekarang manggil saya Invisible Boss, “Kalau dulu di Hard Rock he’s busy like crazy, sekarang aku malah hampir gak pernah ketemu… karena dia di luar terus” tutur Dyna yang juga secretary saya waktu di Hard Rock Cafe dulu, sekarang ikutan juga di OMG Creative Consulting.

Sebagai konsultan, memang ternyata lebih enak kerja mobile, pindah dari satu cafe to another cafe, from one mall to another mall, meet lots of people… see many different things… Apalagi setelah memakai Blackberry (Thanks to XL who introduce me to BB) everything seems more easier to handle out of the office.

Sekarang saya hanya check sedikit email from my Macbook, maklum email-email pendek sudah saya cek di BB setiap saya di mobil atau setiap ada waktu luang… padahal awalnya saya tidak terlalu suka cek email setiap saat… I like to check email once a day… but hey… time change… technology makes you check your email frequently.

But the best thing for me is the google sync application that wirelessly connected to my google calendar, so automatically every 2 hours. No cable and my schedule always updated all the way from Dyna in the office in Permata Hijau.

Gila ya Google can’t stop innovate….!!

 

International Young Creative Entrepreneur Award 2008/2009

taken from my blackberry 8310

taken from my blackberry 8310

Tidak terasa IYCE yang diselenggarakan British Council memasuki tahun ketiga penyelenggaraannya. Saya menjadi peserta di tahun 2006. Lalu setelah menang di Inggris, menjadi juri di tahun 2007 dan sekarang menjadi Event & Sponsorship Consultant untuk IYCE 2008/2009 ini.

Setelah berangkat ke London dan Manchester di tahun 2006, saya merasakan manfaat yang luar biasa untuk saya sendiri maupun untuk industri kreatif Indonesia secara umumnya. Saya ingin lebih banyak anak muda Indonesia ikut IYCE dan menemukan mindset-mindset baru serta tentunya network baru.

Tahun ini, digelar Screen dan Fashion seperti sector yang juga ada tahun lalu. Bedanya music dan design istirahat dulu supaya Interactive dan Communication bisa ikut tahun ini. Sebuah terobosan dalam penyelenggaraannya adalah 4 sector ini digabung selain untuk menghemat biaya organizing, juga untuk membuat networking dari 4 sector ini lebih akrab. Maklum tahun-tahun sebelumnya masing-masing sector dipisah.

Keluar sebagai National Champion adalah (dari kiri ke kanan):

Rachman Ibrahim (Interactive), Sakti Parantean (Screen), Irfan Amalee (Communications) dan Oscar Lawalata (Fashion)

Mudah-mudahan mereka-mereka bisa meneruskan ‘tradisi juara dunia‘ dari Indonesia akan terus berlanjut.

Semakin sukses mereka akan memuluskan langkah Indonesia untuk mengirim 7 sector di 2009/2010 dan seterusnya 9 sector di 2010/2011. Dengan dukungan pihak swasta yang mulai bergulir, seperti Rasuna Epicentrum dan BNI 46, mudah-mudahan rencana British Council mengirim lebih banyak entrepreneur muda ke IYCE tingkat dunia bisa terwujud.

Cross our fingers, they’ll make us proud and learn many things from UK experience.